Piracy at seas – perubahan paradigma

“It is not necessary that the thieves must raise the pirate flag and fire a shot across the victim’s bows before they can be called pirates” (Athens Maritime Enterprises Corp v Hellenic Mutual War Risks Association [Bermuda] Limited “The Andreas Lemos ” [1983] 1 All ER 590 at 600

Antara tahun 1620 sampai dengan tahun 1720, periode ini dikenal sebagai jaman keemasan pembajakan di laut. Sejak abad ke-16 dan ke-19, ada berbagai sebutan untuk bajak laut, misalnya, privateers, buccaneers, dan corsair.

Privateers adalah bajak laut yang dilegalkan & diberikan wewenang oleh pemerintah mereka untuk menyerang dan menjarah kapal negara musuh. Mereka kemudian berbagi keuntungan dengan pemerintahnya dari hasil membajak tersebut. Francis Drake adalah legenda privateer di Inggris.

Buccaneers adalah sebutan untuk bajak laut dan privateers yang dioperasikan dari pangkalan di Hindia Barat, dan menyerang kapal2 Spanyol di Karibia. 

Corsair adalah sebutan untuk bajak laut yang aktif di Mediterania dari abad keenam belas hingga abad kesembilan belas. Yang terkenal adalah “The Barbary Corsair” yang beroperasi dari negara-negara Afrika Utara, dan ada juga “Maltese Corsair” yang beroperasi dari Kepulauan Malta.

Para banyak bajak laut banyak yang telah bertugas sebelumnya di kapal niaga atau kapal angkatan laut lalu beralih menjadi pembajak. Kehidupan di kapal bajak laut lebih menarik karena mereka bebas dari hukum nasional, awak kapal juga diperlakukan jauh lebih baik daripada pelaut dan hadiah uang itu dibagi secara merata. Kebanyakan pelaut yang menjadi bajak laut berharap untuk menjadi kaya dengan merampas harta dan muatan kapal.

Mayoritas orang masih mengaitkan pembajakan dengan serangan terhadap “Spanish Main” dan di mana pun sejak abad keenam belas hingga abad kesembilan belas, dan hanya baru-baru ini saja kesadaran publik. (“Spanish Main” adalah bentangan garis pantai di Amerika di bawah kendali Spanyol dari abad ke-16 sampai abad ke-18 yang merupakan tempat populer untuk bajak laut atau privateers yang ingin mengambil keuntungan dari kapal Spanyol yang bermuatan harta).

Dulu, pembajakan sering didahului tindakan penipuan dengan menggelapkan kapal sehingga sangat erat kaitannya dengan “maritime fraud”. Tetapi beberapa tahun belakangan ini, pembajakan dengan mencuri kapal dan muatannya menurun, namun terjadi peningkatan dengan apa yang diistilahkan oleh Paul Todd di dalam bukunya sebagai “kidnap hijacking” khususnya di perairan Somalia yang tidak ada hubungannya dengan “maritime fraud”.

Paradigma pembajakan jaman dahulu, seperti pada kasus terkenal “PETRO RANGER” yang dibajak pada April 1998, yang mengarah kepada pencurian kapal dan muatannya sudah menurun. “PETRO RANGER” adalah kapal yang dimiliki oleh perusahaan Singapura tapi beroperasi dengan bendera Malaysia. Ketika berlayar dari Singapura ke Vietnam dengan muatan bahan bakar diesel, kapal itu diserang oleh pembajak yang dicurigai orang Indonesia di perairan Malaysia. Setelah itu, muatan di “PETRO RANGER” dipindahkan ke kapal lain, dan kapal itu kemudian dioperasikan dengan bendera Honduras dan nama baru “WILBY”. Kapal tersebut berlayar ke Hainan, China, lalu ditangkap oleh Otoritas China dengan tuduhan penyelundupan, tapi kemudian dibebaskan setelah beberapa bulan dibui.

Meski secara internasional paradigma pembajakan seperti kasus “PETRO RANGER” sudah jarang terjadi, tetapi pembajakan dalam paradigma lama ini masih sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan Selat Malaka. Contoh terakhir yang tercatat adalah upaya pembajakan kapal tanker berbendera Thailand “ORAPIN 4” dalam pelayaran dari Singapura ke Pontianak pada 27 Mei 2014. Dalam pembajakan ini, perompak bersenjata yang berjumlah puluhan orang berhasil naik ke kapal dan mengancam ABK. Mereka kemudian memindahkan muatan ke kapal lain dan meninggalkan kapal setelah menyita dokumen. Tidak dilaporkan adanya korban jiwa atau luka dari pihak ABK.

Sayangnya, sejauh browsing dilakukan, tidak ditemukan tautan laman yang membahas isu-isu seputar pembajakan di Indonesia atau data akurat yang pernah dikeluarkan oleh dari pemerintah Indonesia mengenai pembajakan kapal laut, kecuali berita-berita mengenai pembajakan. Padahal berdasarkan Resulosi yang diadopsi oleh Badan Maritim Dunia atau IMO (International Maritime Organization) pada November 1983, “Measures to Prevent Acts of Piracy and Armed Robbery against Ships”, mengharuskan setiap negara anggota PBB untuk melaporkan insiden terkait “piracy” atau “armed robbery” terhadap kapal kepada IMO.

Setelah itu, tercatat setidaknya ada ada dua kasus besar yang memicu perubahan paradigma pembajakan, yaitu kasus pembajakan kapal milik super tanker atau VLCC (Very Large Crude Carrier) “SIRIUS STAR” pada 15 November 2008 yang membawa kurang lebih 2 juta barrels minyak bernilai sekitar 100 juta dollar AS dan pembajakan kapal kontener “MAERSK ALABAMA” pada 8 April 2009. Berdasarkan informasi, pelaku pembajakan kedua kapal tersebut adalah warga negara Somalia, dan tujuannya bukan untuk mencuri kapal atau muatannya, tetapi menahan kapal dan krunya untuk meminta tebusan atau ransom.

Meski kekerasan, setidaknya ancaman, tetap digunakan, tetapi serangan terhadap kapal di laut beberapa waktu ini telah mengubah paradigma pembajakan.

Perubahan paradigma pada pembajakan juga turut mengubah tugas Biro Maritim Internasional atau IMB (International Maritime Bureau), yang didirikan oleh International Chamber of Commerce pada tahun 1981. Awalya IMB bertanggung jawab untuk menangkal “maritime fraud”, tetapi kemudian juga mulai bekerja menanggulangi berbagai jenis kejahatan maritim, salah satunya pembajakan dengan paradigma baru tersebut.

“Piracy” memiliki konsekuensi hukum yang berbeda, meski memiliki kesamaan konsep inti, tapi tidak ada definisi tunggal untuk banyak keperluan.

Dalam kasus pembajakan “PETRO RANGER”, pada awalnya diduga melibatkan anak buah kapal, tapi dugaan ini kemudian ditolak setelah investigasi resmi. Masalah siapa sebenarnya yang membajak kapal, apakah awak kapal yang nakal atau pihak luar menimbulkan pertimbangan hukum yang menarik mengenai definisi “piracy” hal yang sering diperdebatkan oleh ahli hukum internasional dan hakim di pengadilan selama puluhan tahun.

Apa dan bagaimana “piracy” dari konteks hukum internasional dan hukum asuransi?

BERSAMBUNG…

by Novi Rachmat email at novy.rachmat@gmail.com


Sumber:

• Miles T. Bird, “Social Piracy in Colonial and Contemporary Southeast Asia”,
2013, Claremont McKenna College
• James A. Wombwell, “The Long War Against Piracy: Historical Trends”,
Combat Studies Institute Press, Fort Leavenworth, Kansas, 2010
• http://www.royalnavalmuseum.org/info_sheets_piracy.htm
• http://www.tempo.co/read/news/2014/06/02/118581935/Kronologi-Pembajakan
Kapal-Tanker-Thailand
• http://www.tempo.co/read/news/2014/07/17/118593707/Lagi-Kapal-Tanker
Malaysia-Dibajak
• http://news.xinhuanet.com/english/2008-11/18/content_10372938.htm
• http://www.foreignaffairs.com/articles/65162/max-boot/pirates-then-and-now

Tags:

About the Author

has written 1869 stories on this site.

One Comment on “Piracy at seas – perubahan paradigma”

  • Don Maritimo wrote on 9 September, 2014, 17:34

    Ditunggu kelanjutannya mas…

    Kang Novi ditunggu kelanjutan karya tulis nya

Write a Comment

Gravatars are small images that can show your personality. You can get your gravatar for free today!

*

Copyright © 2024 ahliasuransi.com. Ahliasuransi is a registered trade mark. All rights reserved. Managed by PT Ahliasuransi Manajemen Indonesia - Specialist Insurance Training & Consultant.
Powered by WordPress.org, Custom Theme and ComFi.com Calling Card Company.