Fungsi Bill of Lading

Bill of lading mungkin tidak asing bagi praktisi yang sehari-hari bergelut di bidang shipping namun bagi praktisi di bidang asuransi, terutama marine insurance, dokumen yang disebut bill of lading ini mungkin baru dipandang sebatas dokumen pelengkap/pendukung dalam 2 (dua) situasi, yaitu:

  1. Pada saat penempatan risiko atau proses underwriting; dan
  2. Pada saat terjadi klaim.

Pada situasi yang pertama, seorang underwriter membutuhkan bill of lading, mungkin tidak lebih hanya untuk mengetahui informasi yang terkait dengan pelayaran, alat angkut dan jenis barang yang akan diangkut serta cara pengangkutannya.

Pada situasi kedua, bill of lading dibutuhkan untuk memverifikasi informasi awal saat proses underwriting dengan aktualisasinya.

Padahal, dalam bidang maritime law, sedemikian pentingnya fungsi bill of lading sehingga dokumen ini disematkan label sebagai “the key to the warehouse”.

Dalam kalimat yang sederhana berarti seseorang yang ingin mengambil barang dari gudang (shipping line) harus menggunakan bill of lading sebagai kuncinya.

Dari sekian banyak literatur mengenai bill of lading, umumnya menulis fungsi bill of lading ada 3 (tiga), yaitu:

  1. Evidence of receipt (sebagai bukti tanda terima)
  2. Evidence of contract of carriage (sebagai bukti adanya kontrak pengangkutan)
  3. Sebagai “document of title”

Penjabaran fungsi ini sesuai dengan keputusan Lord Bramwell dalam kasus “Sewell v. Burdick, (1884)” dalam kalimat berikut:

“A bill of lading has in the eyes of the law, various aspects:

  1. It is very good evidence of the contract of affreightment, though not the contract itself, for the contract is usually entered into before the bill of lading is signed.
  2. It is a receipt for the goods shipped and contains certain admissions as to their quantity and condition when put on board.
  3. It is a document of title, without which delivery of the goods cannot normally be obtained.

Pandangan yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Simon Baughen, seorang solicitor yang menulis buku terkenal “Shipping Law”, yaitu:

  1. Receipt
  2. Document transferring constructive possession
  3. Document of title
  4. A potentially transferable carriage contract

Namun jika kita baca penjabarannya, kurang lebih sama dengan 3 fungsi yang sudah diuraikan di atas.

Dari ketiga fungsi yang semuanya penting tersebut, fungsi sebagai “document of title” merupakan fungsi paling sentral & berhubungan erat dengan bidang komersial yang melalui moda angkutan laut.

Mengenail fungsi bill of lading sebagai “document of title” cukup kompleks dari aspek legal & akan kita bahas di tulisan terpisah.

B/L AS EVIDENCE OF RECEIPT

Ini adalah fungsi bill of lading sejak pertama kali digunakan dalam historisnya yang berkembang dari kebiasaan yang menggantikan kebiasaan sebelumnya dimana shipper/seller ikut berlayar bersama barangnya.

Di dalam pengangkutan barang dengan kapal laut ada aturan umum yang berlaku, mengutip dari keputusan Lord Summer dalam kasus “Bradley v. Federal Steam, etc, Co. (1927)”, yaitu bahwa pihak carrier harus menyerahkan:

“What she received as she received it, unless relieved by the excepted perils”

Bill of lading sebagai bukti tanda terima akan menyebutkan kondisi dan jumlah barang yang diserahkan ke dalam penguasaan carrier.

Jika barang yang diserahterimakan dari shipper sudah sesuai dengan kondisi dan jumlah yang diterima oleh carrier atau “apparent good order and condition” maka bill of lading dinyatakan “clean”.

Sebaliknya, jika kondisi atau jumlah barang yang diterima oleh carrier tidak “apparent good order and condition” saat dimuat dan bill of lading diberikan catatan, maka dinyatakan sebagai “unclean” atau “claused”.

Pentingnya bill of lading sebagai bukti tanda terima karena dokumen ini dianggap sebagai pengakuan yang mengikat mengenai barang yang dimuat ke atas kapal.

B/L AS EVIDENCE OF CONTRACT OF CARRIAGE

Untuk fungsi ini, banyak praktisi, khususnya di asuransi, yang mengira bahwa bill of lading adalah kontrak pengangkutan, sebuah anggapan yang keliru.

Dalam hubungan antara carrier dan shipper, bill of lading itu sendiri bukan sebuah kontrak pengangkutan, tapi sebatas bukti adanya kontrak tersebut.

Sumber yang dikutip untuk dalil ini adalah “obiter dictum” Lord Bramwell di kasus “Sewell v. Burdick (1884)” ketika membahas mengenai “Bills of Lading Act 1855” dengan kalimat:

“There is, I think, another inaccuracy in the statute….It speaks of the contract contained in the bill of lading. To my mind, there is no contract in it. It is a receipt for the goods, stating the terms on which they were delivered to and received by the ship, and therefore excellent evidence of those terms, but it is not a contract.”

Diktum ini kemudian diterima sebagai hukum positif di Inggris sampai sekarang, sesuai pernyataan Lord Goddard dalam kasus “The Ardennes (1950)” yang menyatakan bahwa:

“…a bill of lading is not in itself the contract between the shipowner and the shipper of goods, though it has been said to be excellent evidence of its terms…”

Pada kenyataannya, sebelum realisasi pengapalan barang dan bill of lading diterbitkan, antara shipper dan carrier sudah ada kesepakatan mengenai pengangkutan barang.

(Dirangkum dari berbagai sumber)

Oleh Novy Rachmat – Praktisi Asuransi Marine

Email : novy.rachmat@kbru.co.id

Email : novy.rachmat@gmail.com

 

About the Author

has written 1869 stories on this site.

Write a Comment

Gravatars are small images that can show your personality. You can get your gravatar for free today!

*

Copyright © 2024 ahliasuransi.com. Ahliasuransi is a registered trade mark. All rights reserved. Managed by PT Ahliasuransi Manajemen Indonesia - Specialist Insurance Training & Consultant.
Powered by WordPress.org, Custom Theme and ComFi.com Calling Card Company.